Tragedi Capitol Hill : Tragedi serta Drama Politik Amerika Serikat
Tragedi Capitol Hill : Tragedi serta Drama Politik Amerika Serikat – Pemilihan presiden pada Amerika Serikat pada 2020 menjadi topik perbincangan yang hangat di bicarakan banyak orang dan bahkan topik ini bertahan dalam waktu yang cukup lama. Pasalnya dengan dua pencalon besar yaitu Donald Trump dan Joe Biden, masyarakat seperti langsung terpecah menjadi dua kubu besar yang mana masing-masing mempercayai bahwa jagoannya lah yang akan memenangkan pemilihan kali ini.
Banyak portal berita yang membicarakan keunggulan masing-masing calon. Dan lebih banyak lagi penggemar yang ber cuit di media sosial, mengunggulkan masing-masing jagoan. Hingga akhirnya, pada hari Rabu, tepatnya pada tanggal 6 Januari, pecahlah keributan yang tidak diinginkan itu. Keributan ini di sebabkan oleh massa pendukung Donald Trump yang menyerbu kemudian merusak Gedung Kongres Capitol Hill sebagai bentuk ke tidak setujuan mereka terhadap pengukuhan kemenangan lawan Donald Trump yaitu Joe Biden pada pemilihan presiden Amerika Serikat di tahun ini oleh Kongres.
Kerusuhan ini bermula ketika para massa yang mendukung Donald Trump menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Kongres Capitol Hill ketika sedang berada di tengah pelangsungan penghitungan pemungutan suara elektronal (electoral vote) pemilu pada rabu siang. Tanpa di duga-duga pada pukul 13.00 waktu Washington, ratusan massa yang unjuk rasa tadi menerobos penghalang yang telah di pasang oleh polisi di sepanjang kompleks Capitol Hill guna berjaga-jaga atas kemungkinan buruk. Namun massa menerobosnya, mereka mencoba memanjat sisi gedung dan menghantamkan beberapa benda juga. Sebagian lain juga sudah saling dorong mendorong dengan aparat kepolisian anti huru-hara. Terdengar beberapa teriakan mereka yang protes dan berteriak “penghianat” yang mana kata-kata ini ditujukan terhadap para petugas yang menghalangi mereka. Di tengah kekacauan itu, massa yang saling dorong mendorong dan bahkan terlihat mendorong pagar besi dan polisi. Akhirnya sejumlah aparat polisi memutuskan untuk menyebarkan semprotan merica kepada massa simpatisan Trump ini. Gas air mata juga akhirnya terlihat di gunakan untuk meredakan kekacauan ini.
Baca juga : Politik Amerika Serikat Tetap Tampilkan Budaya Liberalisme Klasik
Kurang lebih 90 menit hal itu terjadi, kepolisian mengatakan bahwa para demonstran berhasil menerobos gedung, sementara pintu masuk ke gedung utama dan gedung senat masih aman terkunci. Setelah menerima pesan itu, petugas keamanan memberitahukan hal tersebut keoada anggota kongres, bahwa unjuk rasa sudah menerobos hingga ruang Rotunda di Gedung Capitol Hill. Aparat keamanan di ruang Dewan Perwakilan meminta setiap anggota kongres agar menundukkan kepalanya dan menghindari jendela berjaga-jaga kalau unjuk rasa membobol jendela. Namun begitu, kerusuhan semakin menjadi-jadi saja. Akhirnya, karena kerusuhan yang semakin sengit, aparat kepolisian mulai mengancam massa dengan menodongkan senjata untuk siapa saja yang berani menembus barikade. Seorang wanita yang hingga kini belum teridentifikasi, tewas karena tertembak di bagian dada nya.
Dikatakan juga terdapat satu wanita dewasa dan dua pria menderita situasi medis darurat hingga mengakibatkan mereka meninggal. Duka cita terkirim di sana sini untuk keluarga korban. Banyak pihak yang menjadi korban atas kerusuhan ini, para aparat juga banyak yang mengalami luka-luka. Hingga akhirnya dilaporkan pada pukul 15.30 Gedung Senat steril dari massa.
Newpolitics – Pilpres AS 2020 yang penuh drama ini, mulai dari Donald Trump yang tidak bisa menerima kekalahannya, menuding kecurangan dalam pilpres, hingga kerusuhan yang terjadi tadi, mendapat banyak komentar dari beberapa pimpinan negara lain. Salah satunya presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau mengatakan bahwasanya terdapat hal penting yang bisa kita ambil hikmahnya dari kejadian tersebut. Beliau mengatakan bahwa sistem demokrasi tidaklah sempurna, terutama implementasi nya. Ada wajah baik dan wajah buruk dalam demokrasi.
Namun, tidak berarti sistem otoritan dan oligarki lebih baik. Kemudian beliau menambahkan bahwa ucapan pemimpin harusnya benar dan jujur. Kalau tidak, hal itu akan sangat berdampak besar. Ucapan Trump yang mengatakan bahwa suaranya dicuri nyatanya menjadikan kemarahan besar pada pendukungnya yang akhirnya menimbulkan keributan bahkan hingga menelan korban jiwa.